Jumat, 26 Juli 2013

Sidang Thesis Bergelar Dosen Penuh Manipulasi


Dalam Undang-Undang (UU) no.15 tahun 2005 pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa guru/dosen seorang penyebarluas gagasan, peneliti dan tentunya adalah seorang penulis. Dan saya juga selama ini berpikiran bahwa tenaga pendidik lebih khusus lagi dosen adalah seseorang yang mempunyai ilmu diatas rata-rata dan seseorang yang menjunjung tinggi sportifitas. Setidaknya pemikiran ini ada dalam kepala saya sebelum kejadian hari ini.
Cerita ini berawal ketika kemaren (tanggal 23 Juli 2013) saya dihubungi oleh teman yang berasal dari satu daerah (Sumatera Utara). Bahwa dia meminta bantuan saya untuk membawakan roti yang dibelinya disalah satu toko roti di kota Malang buat besok (baca: hari ini tanggal 24 Juli 2013). Karena saya memang punya waktu luang pada besoknya, maka saya mengiakan untuk membantunya. Teman saya ini sebut saja namanya Kahar adalah salah satu dosen disalah satu Universitas di Sumatera Utara, dan saya sejak kenalan sama Bang Kahar dulu memanggil beliau dengan sebutan abang, sekalipun sesungguhnya umur beliau sudah hampir kepala empat.
Maka tibalah hari ini saya membatu dia untuk membawakan roti yang dimaksudkan. Sebelumnya saya tidak dikasih tahu bahwa roti ini dibawa kekampus dia tempat menimba ilmu (Salah satu Kampus Negeri di Malang) program pascah sarjana. Jadi pembawaan pemakaian saya juga biasa-biasa saja, yaitu memakai celana panjang berbahan kain waal serta memakai baju kaos berkerah dengan alas kaki berupa sandal. Setelah tiba ditoko roti dan kamipun langsung mengambil roti yang telah dipesan sehari sebelumnya. Setelah roti diambil, maka kamipun menuju kampus beliau. Didalam perjalanan bang Kahar baru cerita bahwa roti ini diperuntukkan buat para audiens yang hadir dalam seminar proposal thesisnya, menurut jadwal sidang berlangsung pada pukul 08:00 wib tepat.
Awalnya saya agak ragu untuk memasuki gedung fakultas bang Kahar ini, karena saya hanya memakai sandal. Sebagaimana umumnya peraturan dalam kampus dilarang masuk fakultas orang yang berkaos oblong dan atau orang yang memakai sandal. Dan saya pada saat itu memakai sandal, sementara pulang kekosan untuk memakai sepatu menurut jadwal sidang sudah tidak memungkinkan lagi. Tapi, ternyata ketika memasuki fakultas tempat berlangsungnya sidang thesis bang Kahar itu tidak ada teguran dari pihak keamanan kampus. Begitu juga ketika kami (saya dan Bang Kahar) memasuki lift untuk menuju lantai lima.
Setelah kami sampai dilantai lima, bang Kahar langsung mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan saat sidang Proposal thesisnya. Dan saya juga ikut membantu-bantu mempersiapkan, salah satunya yaitu menyalakan proyektor (proyektor dalam ruang sidang ini digantung diatas, namun remotnya tidak ada. Maka jadilah saya naik kemeja tepat dibawah proyektor berada serta menyalakannya dengan manual).
Tak lama kemudian, teman-temannya yang lain mulai berdatangan. hingga jumlahnya mencapai 8 orang. Teman-temannya ini adalah sebagai audiensi yang sengaja diundang bang Kahar ini. Mereka diundang sebagai audiensi dikarena syarat administrasi  sidang thesis di jurusannya salah satunya adalah audiensi harus berjumlah 10 orang. Nah, jika dilihat dari syarat administrasi saja sesungguhnya sudah tidak lolos dan seharusnya sidang proposal thesis tidak boleh dimulai dulu sebelum audiensi mencukupi 10 orang.
Kenyataannya, oleh dosen pembimbing bang Kahar yang bertindak juga sebagai penguji ini mengintruksikan supaya dimulai sidangnya. Karena sebelumnya sudah molor sampai 1 jam lebih. Maka dimulailah sidang proposal thesis bang Kahar yang dimoderatori salah satu audiensi. Jadi jumlanya berkurang lagi.
Sebelum sidang dimulai, bang Kahar ini sudah membuat beberapa soal pertanyaan berkaitan dengan thesisnya dan diberikannya kepada teman-teman audiensi. Dan Bang Kahar ini meminta para audiensi itu mengajukan pertanyaan saat ujian berlangsung, yang mana pertanyaannya adalah yang telah ditulisnya tersebut, serta jawabannya sudah dipersiapkan.
Maka saat ujian berlangsung dimulai, serta tiba saat session pertanyaan. Para audiensi tadi mengacungkan tangan untuk bertanya, yang mana pertanyaan hampir kesemuanya adalah sama persis seperti yang telah diberikan bang Kahar audiensi tadi. Dan sudah bisa ditebak bahwa bang Kahar sangat dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang audiens tanyakan. Karena sudah banyak pertanyaan-pertanyaan yang sudah dilontarkan oleh para audiensi, dan menurut penguji sudah lebih dari cukup. Terbukti dari beberapa pertanyaan itu menurut pembimbing yang sekali gus bertindak sebagai penguji proposal thesis ini sangat berbobot, sehingga sang penguji hanya memberikan masukan-masukan untuk perbaikan dan untuk penggarapan thesisnya.
Dari kejadian ini saya berpikir: pantaslah Negara Indonesiaku ketinggalan dari Negara lain, karena dosen juga masih ada yang belum menjunjung keilmiahan penelitian. Masih memakai cara-cara tidak terpuji dalam pengujian keabsahan keilmiahan penelitiaannya. Terlebih lagi peraturan yang seharusnya dijunjung tinggi bersama, ternyata Profesor penguji dengan tiada rasa bersalah melanggar (syarat tertulis dimulai ujian proposal thesis salah satunya audiensi harus berjumlah minimal 10). Maka saya juga tidak terlalu beharap kepada mahasiswa Bang Kahar ini sebagai agen perubahan.



Mengajarkan filsafat dengan Batman

Pergulatan antara Batman dan Joker jadi materi diskusi filsafat
Selama bertahun-tahun penggemar tokoh komik Batman penasaran dengan misteri di jantung serial ini yakni mengapa Batman tidak langsung membunuh musuh bebuyutannya Joker?
Dua tokoh komik ini terlibat dalam permainan kucing-kucingan yang lama.
Joker melakukan kejahatan, Batman menangkapnya, Joker ditahan dan dengan berbagai cara melarikan diri.
Bukankah akan sangat sederhana jika Batman hanya membunuh Joker? Apa yang menyebabkan dia tidak melakukannya?
Masuk filosof Immanuel Kant dan teori etika deontologi.
Setidaknya, begitulah jalan sebuah diskusi di sejumlah kelas filsafat di Amerika Serikat yang jumlahnya semakin bertambah.
Studi budaya dan media telah membuka jalan bagi universitas untuk memasukkan budaya pop kedalam kurikulum mereka.
Saat ini bukan hal yang aneh menemukan kelas studi televisi bersama dengan kursus literatur abad ke-17.
Sekarang, profesor filsafat menemukan superhero dan buku-buku komik sangat bermanfaat dalam membantu para mahasiswa untuk berfikir mengenai perdebatan moral dan etika yang kompleks yang telah menyibukkan para filsuf selama berabad-abad.

Tradisi Sokrates

William Irwin, profesor filsafat di King's College di Pennsylvania, yang mengedit Blackwell Philosophy and Pop Culture Series memasukkan judul seperti Batman and Philosophy dan X-Men and Philosophy.
Sebagian ahli filsafat mengkritik masuknya tokoh komik
Dia mengatakan, bukanlah yang aneh menggunakan rujukan populer untuk menggambarkan teori-teori yang kompleks.
"Inilah yang filsafat lakukan sejak awal," katanya. "Filsafat mulai dengan Sokrates di jalan-jalan Athena berbicara mengenai pesannya kepada masyarakat dan berbicara dalam bahasa mereka, analog pertanian dan mitologi umum."
Meskipun demikian selama berabad-abad, kalangan filsuf beralih ke dunia akademis, menciptakan perbendaharaan kata yang sulit dimengerti rata-rata mahasiswa tingkat satu. Misalnya, istilah etika deontologi.
Christopher Bartel, asisten dosen filsafat di Universitas Appalachian, meminta mahasiswa untuk membacakan novel bergambar Watchmen dalam upaya mengkaji pertanyaan-pertanyaan soal metafisik dan epistomologi.

Di salah satu kelas, dia menggunakan karakter Dr Manhattan yang mengklaim bahwa segala sesuatu termasuk psikologi manusia ditentukan oleh hukum sebab akibat fisika.
Bartel menggunakannya untuk mengajarkan teori determinisme dan kebebasan berkehendak dan tanggung jawab moral.
Menurut Bartel, kuliahnya di bidang Filsafat, Sastra, Film dan Komik merupakan "alat merekrut yang fantastik".
Dan, katanya, lebih banyak mahasiswa sekarang mengambil spesialisasi di bidang filsafat daripada mahasiswa di bidang lainnya.

Tanggung jawab besar

Jika Anda punya kekuatan adidaya apa tanggung jawab lebih besar
Bagi Christopher Robichaud yang mengajarkan etika dan filsafat politik di Kennedy School of Government, Harvard University dan Tufts University, eksperimen pemikiran berdasarkan superhero dapat membantu orang memahami dilema etika dengan cara yang mudah.
Misalnya bayangkan bahwa Anda Peter Parker alias Spider-Man dan Anda baru saja menemukan diri ini memiliki kekuatan adidaya.
Apakah Anda memiliki kewajiban moral menggunakan kekuatan baru itu untuk membantu orang lain?
Dalam esai yang sudah diterbitkan, Robichaud menggunakan pertanyaan sama untuk mengkaji "consequentialism" sebuah pendekatan kepada moralitas yang mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan itu berdasarkan tindakan karena semata-mata hasilnya.
Penganut "consequentialist" akan berpendapat bahwa Peter Parker memiliki tanggung jawab moral menjadi Spider-Man karena keputusannya akan membawa banyak kebaikan.
Namun Peter Parker juga seorang ilmuwan trampil sehingga bagi "non-consequentialist" bisa berpendapat bahwa memenuhi karirnya sebagai ilmuwan sama validnya jika dia memilihnya. Mungkin sebagai Spider-Man sudah di atas segalanya dan melampaui tuntutan kewajiban, jawabannya adalah samar-samar.
Perbincangan tidak berakhir dengan superhero tentu saja. Robichaud mendesak para mahasiswa untuk mengambil kerangka yang telah mereka pelajari dan menerapkannya dalam kehidupan pribadi dan profesional.
Memasukkan superhero kedalam kurikulum filsafat bukan berarti bebas kritik.
Robichaud tidak dapat bersabar terhadap kritik yang mengatakan karyanya mempermurah tradisi studi filsafat.
"Studi filsafat yang saya lakukan yakni filsafat analisis menggunakan pemikiran eksperimen sepanjang waktu. Jika sebagai contoh diambil dari fiksi, dari budaya pop, sepanjang hal itu sejalan dengan filsafat siapa peduli? Siapa peduli jika contohnya dari Middlemarch atau Watchmen?" tanyanya.

Mengapa Kita Perlu Belajar Filsafat


Oleh Reza A.A Wattimena
Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, Surabaya
Pernahkah anda bertanya dalam hati, apa tujuan hidup ini? Atau mengajukan pertanyaan, mengapa saya ada? Memang, agama memberikan jawaban. Namun, apakah anda puas dengan jawaban yang diberikan agama?(1)
Jika anda tidak puas dengan jawaban dari agama, ataupun dari tradisi anda, maka belajar filsafat adalah sesuatu yang mesti anda lakukan. Setidaknya dengan mempelajari filsafat, anda bisa menemukan metode yang lebih tepat untuk memahami dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tersebut.
Berpikir
Filsafat, pada hemat saya, bukan sekedar merupakan mata kuliah. Filsafat adalah suatu tindakan, suatu aktivitas. Filsafat adalah aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup manusia (apa tujuan hidup, apakah Tuhan ada, bagaimana menata organisasi dan masyarakat, serta bagaimana hidup yang baik), dan mencoba menjawabnya secara rasional, kritis, dan sistematis.
Untuk catatan, filsafat sudah ada lebih dari 2000 tahun, dan belum bisa (tidak akan pernah bisa) memberikan jawaban yang pasti dan mutlak, karena filsafat tidak memberikan jawaban mutlak, melainkan menawarkan alternatif cara berpikir.
Ketika belajar filsafat, anda akan berjumpa dengan pemikiran para filsuf besar sepanjang sejarah manusia. Sebut saja nama-nama pemikir besar itu, seperti Plato, Aristoteles, Immanuel Kant, Thomas Aquinas, dan Jacques Derrida. Pemikiran mereka telah membentuk dunia, sebagaimana kita pahami sekarang ini.
Beberapa mata kuliah yang diajarkan adalah filsafat moral, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat budaya, filsafat politik, filsafat sejarah, logika, eksistensialisme, dan sebagainya. Anda juga akan diajak memikirkan soal keadilan global, teori-teori demokrasi, dan etika biomedis. Untuk para profesional, filsafat juga amat berguna untuk memperluas wawasan berpikir.
Kemampuan-kemampuan Penting
Dengan belajar filsafat, anda akan mendapatkan beberapa ketrampilan berikut; memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis, membentuk argumen dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis dan kritis, mengkomunikasikan ide secara efektif, dan mampu berpikir secara logis dalam menangani masalah-masalah kehidupan yang selalu tak terduga.
            Dengan belajar filsafat, anda akan dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu berpikir mendalam, rasional, komunikatif. Apapun profesi anda, kemampuan-kemampuan ini amat dibutuhkan. Di sisi lain, dengan belajar filsafat, anda juga akan memiliki pengetahuan yang luas, yang merentang lebih dari 2000 tahun sejarah manusia.
Kemampuan berpikir logis dan abstrak, kemampuan untuk membentuk argumen secara rasional dan kritis, serta kemampuan untuk menyampaikan ide secara efektif, kritis, dan rasional, akan membuat anda mampu berkarya di berbagai bidang, mulai dari bidang informasi-komunikasi, jurnalistik, penerbitan, konsultan, pendidikan, agamawan, ataupun menjadi wirausaha.
Para pengacara, praktisi hukum, praktisi pendidikan, pemuka agama, maupun praktisi bisnis akan mendapatkan wawasan yang amat luas, yang amat berguna untuk mengembangkan diri dan profesi mereka. Jika anda sungguh ingin mendalami filsafat, anda bisa melanjutkan studi sampai pada level master dan doktoral, dan kemudian mengajar di bidang filsafat.
Kemampuan-kemampuan Khusus
Dengan belajar filsafat, anda akan mampu melihat masalah dari berbagai sisi, berpikir kreatif, kritis, dan independen, mampu mengatur waktu dan diri, serta mampu berpikir fleksibel di dalam menata hidup yang terus berubah.
Filsafat mengajak anda untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan kritis, rasional, serta mendalam.
Filsafat itu bersifat terbuka. Sekali lagi, filsafat tidak memberikan jawaban mutlak yang berlaku sepanjang masa. Filsafat menggugat, mempertanyakan, dan mengubah dirinya sendiri. Ini semua sesuai dengan semangat pendidikan yang sejati.
Filsafat mengajarkan kita untuk melakukan analisis, dan mengemukakan ide dengan jelas serta rasional. Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan serta mempertahankan pendapat secara sehat, bukan dengan kekuatan otot, atau kekuatan otoritas politik semata.
Filsafat adalah komponen penting kepemimpinan. Dengan belajar berpikir secara logis, seimbang, kritis, sistematis, dan komunikatif, anda akan menjadi seorang pemimpin ideal, yang amat dibutuhkan oleh berbagai bidang di Indonesia sekarang ini. Jadi tunggu apa lagi? Mari belajar filsafat!

[1] Diolah dan dikembangkan dengan pemikiran saya sendiri dari http://www.guardian.co.uk/education/2008/may/01/universityguide.philosophy?INTCMP=SRCH 20 April 2012. 14.68.

Sumber : http://rumahfilsafat.com/2012/04/20/mengapa-kita-perlu-belajar-filsafat1/

Senin, 22 Juli 2013

Seni Komunikasi

        Dalam gelap ku diam mengawasi keadaan yang penuh tekanan, control sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan agar tidak larut dalam keheningan. Berbagai macam pertanyaan bermunculan satu demi satu begitupun dengan suara bising jalanan bersautan tanpa nada dan intonasi yang jelas. Semua semakin kontras terdengar di tengah gelap himpitan tembok tua tempat bersemayamnya tikus-tikus jalang. Berlari dengan mangsa dalam gigitan dan meraung saat di terjang musuh, dalam keheningan semuanya terjadi secara alamiah, tak peduli berapa lama akan bertahan, secepat itu gambaran hilang dalam pandangan. Ini bukan pertama atau akan menjadi akhir tak satupun mengetahuinya. Jika saja semuanya tercipta mungkin hanya tokohnya yang berbeda baik watak maupun pola pikirnya, atau bisa saja sama, sama-sama menempati ruang dan waktu.
Jalanan mulai sepi aku langkahkan kaki menyusuri kerinduan yang semakin memuncak ini, bukan penggalauan akan kasih sayang tapi ini adalah sebuah pengabdian dan dedikasi atas nama keluarga, tak peduli seberapa dalam lauatan atau seberapa tinggi gunung yang harus ku daki yang pasti kasih sayangnya takan pernah terganti dan akan tetap hidup abadi.
      Aku sama seperti yang lain, terkadang merindukan arti kasih dan sayang. Namun, sekali lagi aku mengerti, paham terhadap apa yang harus aku lakukan. Tak perlu banyak narasi dan setumpuk syair, hanya satu sikap yang akan aku tunjukan untuk mengungkapkan apa arti pengorbanan. Begitupun dengan waktu aku tak peduli berapa banyak waktu yang diperlukan untuk meraih semua impian yang sekarang masih hidup dalam paragraf, aku hanya bisa diam menikmati setiap pengorbanan yang telah dilakukan, tak peduli berapa jauh jarak yang harus ditempuh untuk sampai di “kerajaan” yang pasti aku melakukannya bukan atas keterpaksaan atau keputusasaan karena ketakutan akan kalah dalam perang melawan ketiadaan. Aku tidak perlu mengungkap semuannya, biarkan saja ini menjadi sebuah karya seni dalam komunikasi yaitu diam itu jauh lebih berharga ketimbang mengumbar opini yang tak jelas yang hanya mendatangkan kesenangan subjektif belaka dan mendapatkan kekecewaan dari lingkungan.
                      ‘Untuk menjelakan sebuah pesan kau tidak harus selalu berbicara’    

Jumat, 19 Juli 2013

Angin

Berjalan melangkah pergi, menyambut senja diatas dusta.
Berjalan tanpa tujuan, melingkari deburan ombak kehidupan.
Langit kian gelap, namun yang dituju belum jua tampak.
Ada rasa sesal dalam luka, angin tidak memberikan arah.

Langkahku semakin berat,
Mimpiku tetap terjaga.
Bersama angin malam yang menghantarkanku kepuncak kebahagiaan.
Sesaat napasku terhenti, menerima kenyataan bahwa kau belum juga nampak.

Sesekali ku berbisik pada ilalang "Apakah kau tahu sekarang aku dimana?"

 

Kamis, 18 Juli 2013

Terlepas dari perpektif benar atau salah. fenomena alam tetap menyajikan misteri di dalamnya yang terkadang sulit dipahami nalar manusia. Sehebat apapun otak kita, sekali waktu bisa saja memudar. sekitaranya pernyataan itu dapaat memberikan jalan agar kita tetap waspada dan tidak mudah mengambil suatu tindakan yang hanya didasarkan atas kemampuan berpikir saja, namun kita harus melihat terlebih dahulu sejauh mana fakta-fakta yang kita miliki dapat membuktikan hipotesis yang sebelumnya kita yakini sehingga logika kita tetap berada pada trek dan jalur yang berisi pengetahuan bukan kehendak yang menyeret kita pada kebodohan.